Kamis, 28 April 2011

Entrepreneurship Menghasilkan Kemandirian

Entrepreneurship menjadi kunci keberhasilan sebuah bangsa, meski demikian kondisi bangsa Indonesia belum cukup memiliki entrepreneur yang memadai. Sekolah atau pendidikan formal seputar entrepreneurhip juga masih minim. Padahal dengan membangun jiwa kewirausahaan sejak dini, masyarakat bisa memberdayakan dirinya dan orang lain. Potensi kewirausahaan ini juga dimiliki para perempuan Indonesia untuk mengembangkan dirinya.

Berdasarkan perspektif inilah, pendiri PT Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, mengajak pemerintah, pihak swasta, maupun organisasi sosial untuk mengembangkan entrepreneurship di Indonesia.

“Entreprenuer adalah manusia yang mau mengembangkan kemampuan diri, potensi diri, mau mandiri tidak ada ketergantungan pada orang lain, memiliki harga diri, dan mampu membantu orang lain. Jiwa wirausaha seperti ini, kegigihan, dan kerja keras bisa dimiliki siapa saja. Siapa saja bisa mengembangkan entrepreneurship. Jadi semangatnya bukan jadilah pengusaha, tetapi jadilah sesuatu yang berguna dan mandiri,” papar Mooryati kepada Kompas Female di Jakarta, sekaligus menyampaikan pesannya sepulang menghadiri pertemuan tahunan World Entrepreneurship Forum di EMLYON Business School, kota Lyon, Perancis beberapa waktu lalu.

Menurut Mooryati, wirausaha bisa memberdayakan perempuan, terutama ibu rumah tangga. Karena prinsipnya, wirausaha bukan sekadar mencetak pengusaha, tetapi membangun watak dan perilaku yang gigih dan mandiri.

“Ibu rumah tangga, guru, menteri, pengusaha bisa menjadi entrepreneur. Ibu rumah tangga bisa membangun kemandirian dengan kekuatan yang ada. Menjalankan bisnis online dari rumah dengan memanfaatkan teknologi. Guru juga bisa menjadi entrepreneur dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mendukung pendidikan dan berguna bagi negara. Para profesor, doktor juga harus memiliki jiwa entrepreneurship karena jika tidak, mereka tak bisa mengajarkan kemandirian,” papar Mooryati.

Masalahnya, semangat dan jiwa entrepreneurship ini belum mewabah di berbagai kalangan. Dikatakan oleh Mooryati, setiap orang membutuhkan dukungan untuk membangun dirinya. Termasuk dalam menumbuhkan kewirausahaan dalam setiap profesi yang dijalaninya.

“Apapun bisa dilakukan untuk memberdayakan diri karena kuncinya ada pada diri sendiri, pada sumber daya manusianya,” lanjutnya. Untuk mewujudkan pembangunan jiwa kewirausahaan ini, Mooryati bersama organisasi sosial yang digelutinya, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), berencana mengadakan pelatihan entrepreneurship ke berbagai kalangan.

“Metode Training of Trainers (ToT) bisa menjadi cara untuk menyebarkan isu pemberdayaan dan pembangunan entrepreneurship ini. Dua hari mengadakan workshop atau ToT menjadi bentuk kegiatannya,” jelas Mooryati yang menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DNIKS.

Melalu skema inilah, Mooryati yakin pendidikan kewirausahaan bisa dikembangkan di berbagai kalangan dan profesi.(Galeriukm).

Sumber: http://female.kompas.com/

Senin, 25 April 2011

Manajemen Konflik : Permasalahan dan Pengelolaan Konflik

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.

Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

DEFINISI KONFLIK
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi. Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.

ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
* Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
* Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
* Menumbuhkan semangat baru pada staf.
* Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
* Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

PENYEBAB KONFLIK
* Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
* Batasan pekerjaan yang tidak jelas
* Hambatan komunikasi
* Tekanan waktu
* Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
* Pertikaian antar pribadi
* Perbedaan status
* Harapan yang tidak terwujud

PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.

Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

TEKNIK ATAU KEAHLIAN UNTUK MENGELOLA KONFLIK
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
* Konflik itu sendiri
* Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
* Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
* Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
* Ketersediaan waktu dan tenaga

STRATEGI :

* Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”

* Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

* Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

* Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

* Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK :
1. Diawali melalui penilaian diri sendiri
2. Analisa isu-isu seputar konflik
3. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
4. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
5. Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
6. Mengembangkan dan menguraikan solusi
7. Memilih solusi dan melakukan tindakan
8. Merencanakan pelaksanaannya
9. Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja

Konsep manajemen sumber daya manusia menurut pendekatan strategik mulai menitikberatkan pada kinerja team work dalam jaringan kerja (network) organisasi yang saling bersinergi, sehingga organisasi akan mampu membentuk, mendukung dan mengarahkan aktivitas anggotanya menuju aktivitas yang strategis. Organisasi perlu untuk berkembang dan bertahan hidup dalam abad informasi yang sangat dinamis, dengan berbagai kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan oleh adanya diversity dalam organisasi serta organisasi yang mulai bersifat tanpa batas (boundaryless organization). Diperlukan penanganan atas konflik potensial ataupun konflik terbuka yang ada di antara anggota, sehingga konflik tidak menjadi bersifat disfungsional tetapi justru menguntungkan (sebagai sumber inovasi atau kreativitas) organisasi. Key words: Teamwork, network, diversity, konflik.

Dalam era perekonomian dunia yang kini sudah menjagad, tak pelak lagi menuntut berbagai macam hal yang mampu meningkatkan daya saing organisasi. Tantangan yang muncul karena lingkungan eksternal organisasi yang sangat dinamis dapat bersifat struktural ataupun bersifat non-struktural. Tantangan-tantangan bagi organisasi yang bersifat non struktural misalnya teknologi yang makin canggih, turbulensi politik dan ekonomi, masalah-masalah hak asasi manusia, peluang bisnis global, dan tekonologi informasi dan pengetahuan. Sedangkan tantangan yang bersifat non-struktural meliputi: perlunya keunggulan kompetitif yang terus menerus, organisasi yang apresiatif, networking dalam organisasi, makin pentingnya kualitas, efisiensi dan produktivitas bagi organisasi serta learning organization.

Persaingan yang makin terbuka kini tidak lagi hanya didasarkan pada tuntutan kualitas (quality-based competition) saja namun kemudian lebih pada kecepatan (speed) organisasi dalam merespon perubahan (time-based competition) yang makin cepat dari lingkungan eksternalnya. Lingkungan internal juga mengalami perubahan budaya dan iklim, karena terdapatnya kemungkinan dan kesempatan bagi orang-orang asing untuk masuk dan menjadi angkatan kerja baru di dalam negeri yang membawa akibat pada penuhnya organisasi dengan keberagaman (diversity).

Pemimpin organisasi harus menyadari bahwa dengan terdapatnya diversitas yang besar didalam organisasi, secara otomatis juga menciptakan timbulnya berbagai macam motivasi (intrinsic interest), persepsi, kebiasaan, pendapat serta pengalaman yang berbeda dari setiap anggotanya dalam memandang pekerjaan mereka didalam organisasi. Berbagai perbedaan tersebut dapat menimbulkan silang pendapat, pertengkaran atau bahkan konflik didalam tubuh organisasi. Adanya job design dan job description secara otomatis telah memposisikan seseorang sebagai kompetitor bagi sesamanya, sehingga menimbulkan persaingan yang seringkali berakibat buruk bagi kinerja organisasi secara keseluruhan. Saat ini deskripsi jabatan mulai ditinggalkan dan beralih pada sistem team description.

Apabila timbul persaingan bahkan permusuhan yang seharusnya tidak perlu terjadi, manajer harus dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh anggota organisasinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi konflik yang muncul tanpa merugikan organisasi itu sendiri. Namun ini bukan berarti bahwa seluruh pendapat dan tuntutan mereka harus selalu dipenuhi oleh manajemen. Artinya, pihak manajemen harus dapat memilih gaya yang sesuai dalam menangani konflik yang muncul. Lebih jauh lagi, manajemen harus mampu memfasilitasi berbagai kegiatan di dalam organisasi agar menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat konflik intern minimal.

I. Teamwork
Team dapat diartikan sebagai together everyone achieve more. Artinya, bersama-sama dalam melaksanakan tugas/pekerjaan yang hasilnya menentukan kinerja organisasi memungkinkan setiap individu anggota memberikan kontribusi yang lebih besar. Hal tersebut terjadi karena di dalam sebuah tim terdiri dari banyak orang dengan beragam keahlian/kemampuan & keterampilan kerja, di mana anggota dengan kemampuan & keterampilan tinggi akan mendorong kinerja anggota yang memiliki kemampuan & keterampilan lebih rendah sehingga tujuan bersama lebih cepat tercapai. Di sisi lain, keragaman menjadi peluang munculnya konflik antar anggota.

II. Mitos Seputar Teamwork
Meskipun teamwork pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara umum, dalam kenyataannya sering terjadi kegagalan kerja sama di dalam teamwork. Banyak hal yang menyebabkan gagalnya teamwork salah satunya karena anggota organisasi masih mempercayai mitos-mitos seputar teamwork yang menajadi bayangan menakutkan. Mitos-mitos seputar team work, yang menjadikan buruknya kinerja tim antara lain :
1. Mitos bahwa tim dengan kinerja tinggi menuntut adanya perubahan budaya organisasi.
2. Mitos bahwa tim memerlukan target dan standar tertentu (padahal target biasanya akan menyebabkan timbulnya frustrasi pada anggota).

Sangat dipahami bahwa perubahan budaya selalu menjadi hal yang menakutkan bagi hampir setiap organisasi. Kebanyakan mereka enggan untuk berubah (resistance to change) yang pada dasarnya merupakan persoalan budaya, sehingga kadang-kadang diperlukan perubahan yang bersifat revolusioner. Mereka berpikir bahwa dengan berubahnya budaya di dalam organisasi akan membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi mereka (utamanya pihak-pihak yang telah menikmati banyak keuntungan dalam organisasi).

Namun perlu diingat bahwa saat ini budaya dapat diciptakan dengan lebih baik dan kondusif bagi perkembangan positif organisasi melalui pemberian training kepada anggota organisasi. Anggota (baru) dibentuk dan disesuaikan dengan iklim budaya yang sebelumnya telah terbentuk sehingga mereka mampu untuk beradaptasi (coping) dengan lingkungannya tanpa mengalami banyak kendala. Persyaratan calon anggota baru organisasi yang didasarkan pada skill, experience, knowledge, dan abilities (SEKA) tidak lagi utama. Kini syarat experience telah mulai digantikan dengan attitude (menjadi SAKA yakni skills, attitude, knowledge, abilities), yang ternyata mempermudah pembentukan iklim organisasi sehingga setiap anggota organisasi mampu memberikan kontribusinya (berupa prestasi kerja) secara maksimal kepada organisasi.
Perlu diperhatikan bahwa kontribusi yang diberikan anggota hendaknya disertai dengan pemberian reward yang sesuai serta menarik bagi anggota dan disertai dengan perbaikan sistem penilaian kinerja (performance appraisal system). Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kinerja seseorang yang excellent merupakan fungsi dari kompetensi individunya yang juga didukung oleh lingkungan yang kondusif dan dukungan rekan sekerja.

Manajer perlu memahami bahwa pengukuran kinerja itu penting, namun tidak dengan target. Dengan tetap berfokus pada kerja, manajer perlu membantu anggotanya mempelajari pengukuran kinerja yang diinginkan dengan tetap dapat berkonsentrasi pada “purpose”. Target nantinya akan menjadi goals atas dasar pengetahuan metode yang baik. Dengan kata lain, staf harus mengetahui apa yang telah mereka kerjakan sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Diharapkan, anggota secara alamiah & dengan sendirinya akan mengetahui apa yang mungkin untuk dilakukan apabila terdapat improvement di lingkungan kerjanya. Inilah yang disebut dengan target de facto, di mana anggota organisasi memiliki pengetahuan dan kontrol atas terjadinya improvement itu sendiri.

III. Manajemen Konflik
Konflik yang muncul dalam teamwork yang merupakan akibat adanya perbedaan kepribadian, persepsi, pengalaman, tujuan, motivasi ataupun kepercayaan tiap anggota organisasi yang saling berinteraksi sosial dalam pekerjaan. Tak dapat disangkal lagi apabila hingga kini kita makin akrab dengan konflik. Namun kini kita tak perlu lagi merasa takut dan ngeri mendengarnya. Karena, ternyata konflik yang terjadi tidak selamanya membawa akibat buruk sepanjang dapat dikelola dengan baik. Justru dengan adanya konflik akan memancing daya kreasi dan inovasi anggota organisasi baik secara individu maupun secara kolektif.

Banyak cara atau pun trik yang dapat diterapkan untuk mengatasi dan bahkan mengurangi sensitivitas anggota terhadap pemicu konflik potensial di antara mereka. Berbagai macam training, seperti sensitivity training, diversity training program atau pun cross-cultural training (Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2000:254), dapat dilakukan untuk menjawab masalah konflik sehingga sumber daya manusia dalam organisasi dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Di samping itu, organisasi juga perlu melakukan reorientasi fungsi manajemen sumber daya manusianya dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang senantiasa terjadi yaitu dengan cara :
1. Membuat klarifikasi strategi bisnis melalui analisis, evaluasi dan kemungkinan solusi yang diperlukan.
2. Realisasi internal manajemen sumber daya manusia (sebagai penyedia jasa, sebagai struktur fungsional dan sebagai manajemen organisasi).
3. Memiliki kompetensi manusia dan organisasi.

Tiga jenis kompetensi yang mutlak diperlukan oleh organisasi dan sumber daya manusianya tersebut, adalah
1. Organisasi perlu berubah menjadi organisasi yang berdasarkan pada kinerja network.
2. Organisasi memiliki daya kreatif, inovatif dan proaktif terhadap perubahan.
3. Organisasi memiliki entrepeneurial, intrapreneurial and learning spirit yang terbangun dari anggotanya.

Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu :
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6. Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.

Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi.

Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut. Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).
Dalam masyarakat tradisional yang masih dipenuhi dengan nilai-nilai kesopanan, budaya saling membantu yang masih sangat kental, sangat ramah tamah, dan sebagainya akan cenderung untuk menghindari konflik. Berbeda dengan masyarakat yang bersifat power seekers, mereka cenderung untuk saling bersaing dalam menghadapi konflik yang muncul dengan berorientasi pada kekuasaan (power), wewenang (authority) dan kemakmuran secara ekonomis. Sedangkan organisasi atau seseorang yang berada dalam masyarakat yang bersifat egalitarians lebih menyukai gaya akomodasi dalam menyelesaikan konfliknya dengan menghargai pada keadilan (justice), kesederajatan (equality), dan saling memaafkan (forgiveness). Gaya akomodasi ini lebih mendahulukan kepentingan pihak lain daripada kepentingan diri sendiri atau kepentingan golongannya sendiri. Gaya menyelasaikan konflik dengan kolaborasi terdapat pada masyarakat yang bertipe stimulation seekers, dimana pihak-pihak yang terlibat konflik saling terbuka dan berbagi pengalaman masing-masing yang pada akhirnya menghasilkan jalan keluar yang saling menguntungkan.

IV. Penutup Tantangan bagi organisasi di abad 21 ini adalah organisasi harus mampu untuk:
1. Melakukan perubahan yang terus menerus (sustainable change), di mana setiap orang di dalam organisasi berperan sebagai pelaku strategik perubahan di dalam organisasi.
2. Organisasi harus mampu proaktif terhadap perubahan dan menjadi pelopor perubahan tersebut (proactive and lead to the change), bukan menunggu perubahan (waiting for the change) melalui orang-orang yang ada dalam organisasi bukan melalui teknologi. Disini dapat kita katakan bahwa teknologi memiliki nilai ekonomis yang semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu, sedangkan investasi dalam manusia (human investment) akan memberikan nilai (kapitalisasi) yang makin meningkat dari waktu ke waktu.
3. Organisasi harus menekankan pada performance networking, bukan lagi pada individual performance. Manajemen sumber daya manusia harus dioperasikan dengan orientasi penanganan masalah kompetensi organisasi (organizational competency) dan kompetensi anggota organisasi (people competency).

Daya tahan organisasi di era yang sangat dinamis dan penuh dengan persaingan ini terletak pada berbagai fungsi organisasi yang memiliki titik-titik penting untuk tujuan sistem peringatan dini (early warning system) organisasi sehingga menciptakan keunggulan nilai (value advantage) yang mencakup scope, speed (diperlukan untuk antisipasi terhadap lingkungan yang dinamis) dan sinergy yang tinggi.

Potential conflicts yang terdapat di dalam tubuh organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang perlu ditakutkan organisasi yang hidup di era perubahan. Penanganan dan pengendalian konflik serta pemahaman atas diversity yang terdapat di dalam organisasi merupakan kunci utama minimnya konflik terbuka antar sesama anggota organisasi, selain termanfaatkannya konflik menjadi sumber ide ataupun inovasi yang diperlukan organisasi.

Pemberian training, khususnya cross-cultural training, ternyata mampu mengurangi sensitivitas anggota terhadap eksisnya diversity yang berpotensi menimbulkan konflik terbuka antar anggota.
Daftar Pustaka

Dawn M. Baskerville. May 1993. How Do You Manage Conflict?. Black Enterprise.Evert Van De Vliert (University of Groningen) and Boris Kabanoff (University of New South Wales). March 1990. Toward Theory-Based Measures Of Conflict Management. Academy of Management Journal. Laurence Prusak, Don Cohen. June 2001. How to Invest in Social Capital.
M. Kamil Kozan. 2002. Subcultures and Conflict Management Style. Management International Review.
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. 2000. Human Resource Management:Gaining a Competitive Advantage. International Edition.. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc.
Rebecca Sisco. February 1993. What To Teach Team Leaders.
Richard Davis. 1998. Exploding the myths of high performance teams. Buckingham. UK: Vanguard Consulting Ltd.

Sumber : http://teknikkepemimpinan.blogspot.com

Memahami Pentingnya Rencana Pemasaran (Marketing Plan)

Perusahaan-perusahaan yang sukses dalam pemasaran selalu dimulai dengan rencana pemasaran. Perusahaan-perusahaan besar memiliki rencana pemasaran hingga ratusan halaman; sedangkan perusahaan kecil dapat bertahan dengan hanya setengah lusin lembaran. Masukkan rencana pemasaran Anda dalam tiga-ring binder. lakukan review paling tidak tiga bulanan, tetapi lebih baik lagi bila dilakukan bulanan. Buat tab untuk menandai dalam laporan bulanan penjualan / manufaktur, hal ini memungkinkan untuk melacak kinerja realisasi dari rencana pemasaran yang telah anda buat.

Rencana pemasaran harus mencakup setidaknya assatu tahun. Untuk perusahaan kecil, ini adalah cara terbaik untuk memikirkan aspek pemasaran secara lengkap. karena banyak hal-hal yang berubah yang harus diantisipasi dengan rencana pemasaran; karyawan datang dan pergi, pasar tidak menentu, pelanggan datang dan pergi. Disarankan untuk membuat juga beberapa bagian dari rencana pemasaran anda yang membahas masa depan perusahaan dalam jangka menengah - dua sampai empat tahun. Namun sebagian besar rencana Anda harus fokus pada satu tahun mendatang.

Anda harus memberikan waktu yang cukup untuk menulis rencana pemasaran tersebut, bahkan jika itu hanya beberapa halaman. Mengembangkan rencana pemasaran adalah aspek pemasaran yang paling berat. Sementara melaksanakan rencana pemasaran memiliki tantangan tersendiri, memutuskan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya adalah tantangan pemasaran terbesar. Kebanyakan rencana pemasaran mulai direalisasikan pada tahun pertama usaha.

Siapa yang harus melihat dan memahami rencana pemasaran Anda? Semua pemain dalam perusahaan. tetapi banyak juga Perusahaan yang membuat rencana pemasaran menjadi sangat sangat rahasia/tertutup untuk satu dari dua alasan yang sangat berbeda: Entah karena mereka terlalu minim dan manajemen akan menjadi malu untuk membukanya kepada publik atau rencana pemasaran itu terlalu kompleks dan sarat dengan informasi penting. . . yang akan membuat rencana pemasaran itu menjadi sangat berharga dalam persaingan usaha.


Anda tidak dapat melakukan rencana pemasaran tanpa banyak orang yang terlibat. Tidak peduli apa ukuran perusahaan anda, dapatkan umpan balik dari semua bagian dari perusahaan Anda: keuangan, manufaktur, personil, suplai dan seterusnya - selain pemasaran itu sendiri. Hal ini sangat penting karena rencana pemasaran anda akan melibatkan semua aspek yang ada dalam perusahaan. Personil kunci dari perusahaan Anda dapat memberikan masukan yang realistis pada apa yang dapat dicapai dan bagaimana tujuan perusahaan dapat tercapai, dan mereka bisa berbagi wawasan mereka terhadap apapun, peluang pemasaran yang potensial yang belum banyak direalisasi, akan menambahkan dimensi lain dalam rencana pemasaran anda.

Apa hubungan antara rencana pemasaran dan rencana bisnis Anda ? Rencana bisnis Anda menjelaskan tentang - apa yang Anda lakukan dan tidak lakukan, dan apa tujuan akhir Anda. Ini meliputi lebih dari pemasaran, melainkan dapat mencakup diskusi lokasi, kepegawaian, pembiayaan, aliansi strategis dan sebagainya. Ini mencakup "hal visi," kata ajaib yang menguraikan tujuan utama perusahaan Anda. Jika Anda ingin melakukan sesuatu yang di luar rencana bisnis, sebaiknya anda mengubah pemikiran anda atau rubah total semua rencana bisnis anda. rencana bisnis perusahaan Anda memberikan tempat di mana rencana pemasaran Anda harus berkembang. Kedua dokumen perencanaan ini harus konsisten dan bersinergi.

Sumber : http://ayo-wirausaha.blogspot.com

Minggu, 24 April 2011

Membangun Tim Yang Sukses

Sukses sebuah tim adalah juga sukses anggota tim. Namun, sukses pribadi anggota tim tidak selalu merupakan sukses bagi tim. Bahkan, tidak jarang menjadi faktor pemecah dan pembubaran ketika salah satu anggota ingin menonjol sendiri. Karena itulah membangun tim yang sukses sangat penting peranannya dalam mendorong sukses organisasi, baik itu organisasi bisnis maupun bidang yang lainnya.

Kesuksesan bisa dinilai berdasarkan hasil yang diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Ukuran secara kuantitatif lebih bersifat objektif, sedangkan kualitatif lebih bersifat subjektif.

Namun, untuk mengukur sebuah performance, sebaiknya dituangkan secara kuantitatif, entah itu berbentuk skor ataupun ukuran dalam jumlah tertentu, seperti dalam key performance indicator (KPI).

Pada akhirnya, ukuran kuantitatif pula yang akan menentukan apakah tim itu layak disebut tim yang baik atau unggul. Hal-hal yang berkaitan dengan layanan, contohnya, selain diukur dengan kepuasan pelanggan, juga dapat dan perlu dibuatkan skor untuk menjadi ukuran kuantitatif.

Misalnya, dalam hitungan ukuran waktu (menit, jam, hari). Ambil contoh laundry; dua toko yang berbeda, dua-dua sama rapi, bersih dan teliti, namun yang satu menawarkan satu hari siap, yang lain dua hari.

Anda bisa menentukan mana yang lebih baik. Performance bukan saja untuk mengukur hasil kerja diri kita, juga harus merupakan output. Hasil akhir dengan tolok ukur kepuasan pelanggan, yaitu orang-orang yang paling berpengaruh dan paling berhak memberikan penilaian atas kita, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Bicara tim atau lebih tepatnya teamwork bisa bermacam-macam.

Bagaimana kita dapat meningkatkan performance sebuah tim? Mari kita lihat lebih jauh. Ada faktor internal, ada faktor eksternal. Apa yang bersifat internal seharusnya dapat dikendalikan dan dimotivasi, apa yang bersifat eksternal harus bisa kita monitor dan imbangi agar kita secara tidak langsung tetap memegang kendali.

Faktor-faktor internal antara lain manusia, organisasi, produk atau layanan, peralatan, sistem termasuk penilaian dan penghargaan (award and punishment) dan budaya. Faktor eksternal seperti pelanggan, baik individu maupun institusi, pesaing, industri dan pasar, ekonomi, politik dan kebijakan pemerintah, serta undang-undang. Dari faktor internal yang paling penting dan berpengaruh adalah manusia dengan varian begitu banyak.

Pada intinya performance= kemampuan (ability) x motivasi (motivation). Kemampuan adalah keterampilan untuk melaksanakan tugas, yang merupakan bagian dari tugas tim. Adapun motivasi, menganut Abraham Maslow, hierarchy of motivation (A Theory of Motivation, 1943: Basic Physiological Needs, Safety & Security, Belonging & Love, Know How, Aesthetic danSelf-Actualization dan paling ekstrem Transcendence).

Semakin tinggi tingkat latar belakang motivasi (di mana semakin sedikit yang dapat mencapainya), maka akan semakin kuat dorongannya. Karena itu, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan sebuah tim yang kuat.
Pertama, merekrut mereka yang mempunyai keterampilan tinggi yang mampu mengerjakan tugasnya, dan mau belajar terus untuk meningkatkan kemampuannya.

Kedua, merekrut mereka yang mempunyai latar belakang motivasi pada tingkat yang lebih tinggi. Jarang ditemukan seorang langsung mempunyai keterampilan yang prima dan dengan latar belakang motivasi pada tingkat tertinggi.
Keduanya harus diproses dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Semakin tinggi hasil perkalian keduanya (abilityx motivation) dalam diri seseorang, maka akan semakin baik atau tinggi performance yang dicapai.

Tentunya, faktor manusia di atas bukan satu-satunya yang menjamin performance yang tinggi—sekalipun yang paling berpengaruh. Faktor lain yang cukup penting adalah bagaimana mempertahankan atau memacu top-performing team? Sebab, ada kecenderungan apabila tidak dipertahankan, maka akan cenderung menurun. Dalam satu periode tertentu, tantangan akan dapat dicapai, bahkan dilampaui.(Galeriukm).

Sumber: http://economy.okezone.com/

Kamis, 21 April 2011

Mengubah Strategi Pemasaran Melalui Media Online

Penetrasi internet telah demikian pesat memasuki setiap segmen masyarakat. Imbas media yang satu ini telah mengubah pula pola hidup dan interaksi masyarakat. Dalam hal berbelanja dan mencari barang-barang yang diperlukan tidak lepas dari pengaruh media online. Belum lagi aplikasi-aplikasi mobile yang kian berkembang turut mendukung pula gaya hidup dengan media online. Lingkungan bisnis dan strategi pemasaran mau tidak mau harus memanfaatkan media online. Perubahan atau saling melengkapi antara strategi pemasaran online dan offline memiliki peran yang cukup significant bagi bisnis.

Jumlah pengguna Internet yang semakin besar memberikan peluang besar bagi pelaku bisnis untuk menjaring pelanggan melalui media online. Pilihan media online sebagai sarana pemasaran memiliki beberapa keunggulan diantaranya biaya yang murah dan jangkauan yang sangat luas.

Namun demikian strategi pemasaran melalui media online ini tidak serta merta memberikan hasil yang efektif. Perlu dilakukan dengan sunggguh-sungguh dan evaluasi secara terukur terhadap hasilnya.

Beberapa strategi pemasaran online yang bisa dilakukan adalah melalui email, forum dan website sendiri. Bisnis online melalui media website harus diperhatikan detail informasi produk atau layanan yang ditawarkan. Selain itu desain harus menarik dan mudah dalam navigasinya. Dalam hal pembayaran harus disesuaikan dengan karakter masyarakat Indonesia yaitu cash on delivery dan transfer.

Selain hal-hal di atas dalam bisnis online, faktor kepercayaan dan keyakinan pembeli sangat diperlukan. Mengingat dalam bisnis online antara penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung. Juga barang yang dijual belum dilihat secara langsung oleh pembeli. Untuk mendukung hal ini perlu dicantumkan contact support seperti nama, alamat, email, yahoo messenger, telepon dan lain-lain. Ini penting jika ada hal-hal yang perlu diperjelas dari katalog web yang ada.

Hal penting lagi yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan proses transaksi. Pembeli melalui internet cenderung tidak suka pada hal yang berbelit-belit dan repot. Buatlah seluruh proses sesederhana mungkin.

Mengubah strategi pemasaran melalui media online pada intinya adalah menyederhanakan proses dan membuat proses transaksi bisnis menjadi lebih efisien. Maka dalam beralih pada media online buatlah segalanya menjadi lebih mudah.(Galeriukm).

Sumber: http://wanitawirausaha.femina.co.id/

Selasa, 19 April 2011

Kebiasaan Yang Membawa Sukses

Sukses seseorang selalu diawali oleh kebiasaan baik yang dilakukan setiap saat. Sekecil apapun kebiasaan itu, efeknya bagi kesuksesan sangat besar. Maka jangan mengabaikan kebiasaan baik walaupun itu hal yang kecil dan dianggap remeh. Kebiasaan ini bisa berlaku bagi diri individu mapun berlaku bagi organisasi usaha. Jika dilakukan secara konsisten akan menjadikan jalan menuju kesuksesan.

Ada beberapa kebiasaan baik yang bisa dilakukan dalam menunjang kesuksesan kita. Jika 14 langkah kebiasaan baik itu bisa dilakukan maka kesuksesan akan menyertai kita. Pada bagian ini akan dipaparkan 7 kebiasaan yang membawa sukses, Sedangkan 7 kebiasaan lainnya ada pada bagian kiat sukses dengan mengubah kebiasaan :

1. Menganggap Semua Pekerjaan itu Penting
Dengan menganggap semua pekerjaan itu penting maka kita terbiasa melakukan suatu pekerjaan dengan segera dan tidak menunda-nunda. Jika pekerjaan kita berkaitann dengan pelanggan maka pelanggan akan puas karena tepat waktu.

2. Kesempatan Tidak Datang dua Kali
Jika ada kesempatan maka pergunakanlah dengan baik, karena kesempatan tidak akan datang dua kali. Dengan melakukan pekerjaan pada kesempatan ini bisa jadi menjadi entri point untuk penghargaan atau kesempatan yang akan datang.

3. Menjaga Kepercayaan
Kepercayaan menjadi barang yang mahal, untuk menjaga hal tersebut tidak ada cara lain kecuali jangan menunda-nunda kepercayaan yang telah diberikan. Dengan begitu anda dipandang sebagai orang yang penuh tanggung jawab.

4. Efisiensi
Efisiensi dikaitkan dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Semakin singkat anda melakukan suatu pekerjaan maka dipandang memiliki efisiensi yang baik dan memiliki nilai lebih di mata mitra kerja.

5. Mengatur Ritme Kerja
Mengatur ritme kerja bisa diakukan dengan membiasakan diri tidak menunda-nunda pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan dengan segera akan menyelaraskan ritme kerja kita. Selain itu kita terhindar dari tumpukan pekerjaan yang mestinya sudah dilakukan kemarin-kemarin. Ritme kerja yang teratur membuat kita lebih enjoy dalam pekerjaan.

6. Mengurangi Masalah
Pekerjaan yang dilakukan tepat waktu akan mengurangi munculnya masalah baru. Pekerjaan yang tertunda akan memunculkan masalah baru dan menimbulkan stress pada diri kita.

7. Ketenangan
Tidak menunda-nunda pekerjaan menjadikan rasa tenang pada diri kita. Rasa tenang akan melahirkan fikiran yang jernih sehingga mampu melahirkan gagasan-gagasan segar.

Kebiasaan-kebiasaan yang membawa sukses pada dasarnya diawali dari hal kecil, yaitu tidak menunda-nunda pekerjaan. Karena kebiasaan menunda pekerjaan akan melahirkan masalah-masalah baru. Sedangkan kebiasaan segera melaksanakan pekerjaan akan membawa jalan menuju sukses. Tujuh Kebiasaan lainnya ada pada tulisan selanjutnya. (Galeriukm).

Sumber:
Info Mutu Deptan

Senin, 18 April 2011

The Marketing Plan is The Key to Marketing

Running a successful business is not like a field of dreams; you can build it but they might not come. Marketing is all about leting people know about the product or service you offer, and persuading them to buy or use it. And for effective marketing you have to let people know about your product or service repeatedly.

To do this, you're going to have to come up with both a marketing strategy and a marketing plan.

What's the difference between a marketing strategy and a marketing plan?

The marketing strategy is shaped by your overall business goals. It includes a definition of your business, a description of your products or services, a profile of your target users or clients, and defines your company's role in relationship to the competition. The marketing strategy is essentially a document that you use to judge the appropriateness and effectiveness of your specific marketing plans. The CCH Business Owner's Guidebook has an excellent explanation and checklist that you can use to work through your marketing strategy.

To put it another way, your marketing strategy is a summary of your company's products and position in relation to the competition; your sales and marketing plans are the specific actions you're going to undertake to achieve the goals of your marketing strategy.

The marketing plan, then, can be thought of as the practical application of your marketing strategy. If you look at my article, "Writing The Marketing Plan", you'll see that the marketing plan includes details about your business' unique selling proposition, pricing strategy, the sales and distribution plan and your plans for advertising and promotions.

So in effect, you can't have a marketing plan without a marketing strategy. But a marketing plan without a marketing strategy is a waste of time. The marketing strategy provides the goals for your marketing plans. It tells you where you want to go from here. The marketing plan is the specific roadmap that's going to get you there.

Continue on to the next page to learn how to start developing a marketing plan to put your marketing strategy into action.

Sumber : http://sbinfocanada.about.com

Kamis, 07 April 2011

Maksud dan Tujuan Pengawasan

Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan tersebut.

Menurut Situmorang dan Juhir, maksud pengawasan adalah untuk :
1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan­-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard.

Rachman (dalam Situmorang dan Juhir, 1994:22) juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah.
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas (2004:337) mengemukakan:
1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah­-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan.

Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :
1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal?hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.

Lebih lanjut Situmorang dan Juhir (1994:26) mengemukakan bahwa secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk:
1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan?kegiatan
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi

Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno (dalam Safrudin, 1965:36) adalah : Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang digariskan, mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan adalah:
1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi­-instruksi yang telah dibuat.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan?kesulitan, kelemahan­-kelemahan atau kegagalan-kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.
3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.

Sumber : http://sambasalim.com

Jumat, 01 April 2011

Pengertian dan Tujuan Pengawasan

Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “… the modern concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides date the enable the … executive … to take corrective steps …”. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same.

Sedangkan menurut Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) yang mengatakan bahwa pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas (2004:337) mengemukakan:
1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan.

Sedangkan Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :
1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.