Rabu, 29 Desember 2010

Mengenal Cara Membuat Webblog Sendiri

Cara membuat website sendiri bisa jadi hal yang membingungkan dan menakutkan bagi mereka yang tidak mengerti betul bahasa digital. Apalagi bila seseorang baru saja membuat website untuk yang pertama kalinya. Bisa-bisa hal tersebut hanya berujung pada frustasi belaka. Oleh karena itu sangat disarankan bagi mereka yang ingin membangun sebuah website untuk memahami betul dengan baik cara membuat website sendiri. Apapun tujuannya, website dapat dibuat mengikuti cara membuat website sendiri.

Banyak pihak yang mengklaim bahwa membuat website bukanlah hal yang sulit dilakukan! Ketika anda memulai maka anda akan mengalir dengan sendirinya sesuai dengan ritmenya.

Pertanyaan berikutnya adalah: di manakah anda harus memulai?
Anda tidak harus menyandang gelar tertentu atau memiliki ekstra talenta untuk menguasai cara membuat website sendiri.

Tapi, anda disarankan untuk menguasai dan mengerti pengertian yang menjadi basis dari komponen-komponen dan teknologi sebelum anda memulai membuat website. Pada dasarnya, alat-alat yang digunakan untuk membuat website adalah akses ke sebuah PC (Personal Computer) atau yang paling sering dikenal sebagai komputer dan koneksi internet yang baik. Tak hanya melalui PC saja, melalui Laptop juga bisa. Belakangan ini laptop menjadi dambaan banyak pihak mengingat kemudahan-kemudahan yang ditawarkan. Kemudian kemampuan umum seperti membuat dokumen singkat seperti surat menggunakan program komputer juga diharapkan untuk dikuasai. Dan yang paling penting adalah pengetahuan umum mengenai HTML, istilah-istilah yang kerap kali muncul dalam dunia internet.

Hal berikut yang bisa menjadi sandaran adalah pertanyaan: Untuk apakah website tersebut dibuat?
Apakah website tersebut digunakan untuk keperluan pribadi?
Apakah website tersebut digunakan untuk keperluan komersial, seperti perdagangan?
Karena cara membuat website sendiri pada dasarnya adalah sama untuk semua keperluan. Yang membedakannya hanyalah isi atau konten dari website-website tersebut.

Kemudian, perhatikan domain yang akan anda pilih. Domain adalah nama atau alamat dari sebuah website. Di dunia maya, setiap orang harus mengetikkan nama sebuah domain untuk bisa membuka dan membaca isi dari sebuah website. Dalam hal ini, peranan pemilihan nama domain cukup penting untuk membedakan website anda dengan website milik orang lain. Domain itu sendiri terdiri dari nama domain dan extension.
Contohnya adalah kancildankatak.com, dengan demikian kancildankatak adalah nama domain sedangkan .com adalah extensionnya.

Oleh karena itu pemilihan nama domain diusahakan untuk semenarik mungkin dan mudah diingat! Hindari penggunaan kata-kata sulit nan panjang untuk nama sebuah domain.
Untuk itu, anda bisa menggunakan website yang memberikan jasa registrasi nama domain atau dengan menggunakan software untuk membantu memilih nama domain untuk website anda.

Dengan demikian, banyak sekali website yang menyediakan jasa registrasi nama domain pada saat ini. Dan ingatlah bahwa untuk registrasi tersebut memerlukan biaya yang kadang tidak sedikit.

Hal berikut yang harus diperhatikan dalam rangkaian cara membuat website sendiri adalah hosting. Hosting adalah tempat anda meletakkan file-file website anda di sebuah server yang terhubung dengan jaringan internet. Jadi, agar website anda bisa ditampilkan maka file-file tersebut harus anda simpan di sebuah server hosting. Dengan demikian, anda perlu membeli paket hosting. Harga dari sebuah paket hosting sendiri bermacam-macam, tergantung dari fasilitas-fasilitas yang ditawarkan. Pembelian paket hosting itu sendiri tidak harus terpaku di sebuah negara saja.

Langkah berikutnya dari cara membuat website sendiri adalah menentukan software website. Apabila anda masih belum mengetahui software website yang anda gunakan, anda bisa mencaritahunya melalui situs pencarian untuk melihat-lihat websiste-website lain yang sudah ada.

Dengan mengecek website yang sudah berdiri tersebut, anda dapat mengecek software apa yang digunakan oleh website tersebut. Biasanya software website yang digunakan bersifat open source seperti blog wordpress, joomla, phpbb, dan lain sebagainya.
Pada akhirnya, setelah anda membeli domain dan hosting, dan juga telah memilih software website yang relevan, cara membuat website sendiri bukanlah hal yang menakutkan.

Silahkan Anda dapatkan panduan yang lebih detil dan proven tentang bagaimana Anda bisa memiliki penghasilan sedikitnya 15 Juta Setiap Minggu dan langsung masuk ke Rekening Anda dengan menjual Ide, Hobi, Pengalaman atau Keahlian Anda.

Sumber : http://kayadaribisnisinternet.com/membuat-website-sendiri/

Minggu, 19 Desember 2010

Manajemen Konflik : Definisi, Ciri, Sumber, Dampak dan Strategi Mengatasi Konflik

Definisi Konflik :
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)

Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict). Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).

Sumber-Sumber Konflik :

1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilaipositif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”. Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

Dampak Konflik

Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

Strategi Mengatasi Konflik

Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

Sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html

Kamis, 16 Desember 2010

Memahami Perilaku Organisasri

Perilaku organisasi merupakan sebuah studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan semacam ini guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi.

Perilaku organisasi adalah sebuah bidang studi, berarti bahwa PO adalah sebuah bidang keahlian khusus yang mempunyai pokok ilmu pengetahuan yang umum. PO mengajarkan tiga factor penentu perilaku dalam organisasi meliputi : Individu, Kelompok dan Struktur.

Dalam penelitian dikenal dengan variabel dependen dan independent. Begitu juga dengan PO. Variabel dependen adalah factor utama yang ingin dijelaskan atau diprediksikan dan dipengaruhi oleh factor-faktor lain. Beberapa variabel dependen dalam PO meliputi : produktivitas, absensi, turnover, dan kepuasan kerja. Lalu ditambahkan dua variabel lain yaitu perilaku menyimpang di tempat kerja dan perilaku kewarganegaraan organisasional (organizational citizenship behavior).

Produktivitas.
Suatu organisasi dikatakan produktif bila mencapai tujuan-tujuannya dan melakukannya dengan cara mengubah masukan menjadi hasil dengan biaya serendah mugkin. Menurut Bernardin dan Russke (1993), produktivitas dapat diartikan sebagai tingkat perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). John Suprihanto (1994:19) mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan hasil-hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan atau perbandingan jumlah produksi (output) dengan sumber daya yang dipergunakan (input).

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain :
1. Individual. Faktor ini datang dari dalam diri si pekerja dan sudah ada sebelum ia mulai bekerja. Faktor diri tersebut antara lain : karakteristik biografi, kepribadian dan emosi, nilai-nilai dan sikap, persepsi, motivasi, pembelajaran individual, dan kemampuan.
2. Kelompok. Faktor ini merupakan faktor level kelompok seperti komunikasi, konflik, kekuatan dan politik, tim kerja, struktur kelompok, kepemimpinan dan kepercayaan, dan pembuatan keputusan kelompok.
3. Organisasi. Faktor ini datang dari luar si pekerja dan hampir sepenuhnya dapat diatur dan diubah oleh pimpinan perusahaan sehingga disebut juga faktor-faktor manajemen, yang antara lain : (a) Faktor sosial dan keorganisasian seperti karakteristik perusahan, pendidikan dan latihan, pengawasan, pengupahan dan lingkungan sosial. (b) Faktor fisik antara lain mesin, peralatan, material, lingkungan kerja, metode kerja.

Mangkir
Absenteeism didefinisikan sebagai ketidakhadiran di kantor tanpa izin. Mangkir merupakan kerugian dan gangguan yang sangat besar bagi pemberi kerja. Tingginya angka ketidakhadiran merugikan perusahaan karena perusahaan tetap mengeluarkan uang untuk membayar gaji pegawai, tetapi di sisi lain pegawai tidak memberikan kontribusi apapun pada saat absen. Dengan demikian, semakin banyak waktu absen yang diambil seorang pegawai, maka semakin berkurang produktivitas kerjanya.

Beberapa penyebab absenteeism menurut Streers dan Rhodes adalah :
1. Situasi kerja seperti wilayah pekerjaan, level pekerjaan, penekanan terhadap kelompok, norma kelompok kerja, gaya pemimpin, hubungan antar karyawan, dan kesempatan untuk maju.
2. Nilai-nilai karyawan dan harapan kerja
3. Karakteristik personal meliputi pendidikan, pengalaman, umur, sex dan family size
4. Kepuasan pada situasi kerja
5. Tekanan untuk hadir meliputi kondisi ekonomi dan pasar, sistem insentif, norma kelompok kerja, etika kerja personal dan komitmen organisasi.
6. Motivasi kehadiran
7. Kemampuan untuk hadir meliputi sakit dan kecelakaan, tanggung jawab keluarga, dan problem transportasi.
8. Kehadiran karyawan.

Delapan faktor ini merupakan sebuah model konseptual yang didasarkan pada 104 studi tentang ketidakhadiran (Steers dan Rhodes, 1978; dalam Usmara, 2003:51).
Lihat : Handbook of Organizations, Kajian dan Teori Organisasi, editor Usmara, Penerbit Amara Books, Yogyakarta.

Turnover
Perputaran karyawan adalah pengunduran diri secara permanen secara sukarela maupun tidak sukarela dari suatu organisasi. Menurut Mueller (2003: hal 2-5), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagi prediktor dari turnover. Yakni:
# Alternatif –alternatif yang ada di luar organisasi (External alternatives.). Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover organisasional.
# Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal alternatives). Menurut Cable dan Turban (2001) dalam Mueller (2003:hal 2-3) bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasional yang penting tersedianya adalah alternatif di dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bisa diacapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi jika ia merasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.
# Harga /nilai dari perubahan kerja ( Cost of job change) Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan (Embeddedness. Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadap oleh individu untuk berpindah / mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik di luar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari turnover adalah asuransi kesehatan dan benefit-benefit yang didapat dari organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus). Hubungan finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen kontinuans (continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan bahwa turnover membutuhkan biaya (Meyer & Allen, 1997) dalam Mueller (2003: hal 4-5)
# Kejadian-kejadian kritis (Critical Events). Menurut Beachs (1990) dalam Mueller (2003:10-13), kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang lain. Semua kejadan-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.

Tercakup di dalam kejadian-kejadian kritis adalah :

1. Kejadian yang berulang (continuation events)
2. Kejadian yang bersifat netral (neutral events)
3. Kejadian yang tidak berulang (discontinuation events)

Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)
Merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (ekstra role) yang tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Artinya, seseorang yang memiliki OCB tinggi tidak akan dibayar dalam bentuk uang atau bonus tertentu, namun OCB lebih kepada perilaku sosial dari masing-masing individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, seperti membantu rekan di saat jam istirahat dengan sukarela adalah salah satu contohnya.

Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun akademisi. Podsakoff (2000) mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997 hingga 1998. Namun demikian, penelitian di lapangan masih meninggalkan beberapa permasalahan krusial yang menuntut penanganan yang lebih intensif dan menyeluruh.

Beberapa faktor yang mempengaruhi OCB antara lain (Organ, 1995; Sloat, 1999) :

1. Budaya dan iklim organisasi
2. Kepribadian dan suasana hati
3. Persepsi terhadap dukungan organisasional
4. Persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan
5. Masa kerja, dan
6. Jenis Kelamin

Sedangkan Spector (1997, dalam Robbins, 2003:105) menambahkan kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja sebagai penentu utama dari perilaku kewarganegaraan yang baik dari seorang karyawan (organizational citizenship behavior-OCB).

Catatan Pribadi : saya sendiri menganggap OCB lebih dipengaruhi oleh kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi. Dibandingkan faktor2 situasional dan kondisi kerja di atas atau dapat dijadikan mediator atau perantara dari faktor-faktor di atas. Karena berdasarkan pengalaman kerja saya selama ini, dapat dilihat bahwa banyak karyawan yang puas dengan kondisi dan situasi kerja namun tetap tidak memiliki perilaku ekstra seperti ini. Orang-orang yang memiliki OCB tinggi ini umumnya supel dan ramah, perilaku nya tidak didorong oleh embel-embel duit, sukarela dan iklas membantu.

Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja merupakan penerimaan positif atas kondisi dan situasi kerja.. Tidak seperti variabel sebelumnya, kepuasan kerja lebih menggambarkan sikap daripada perilaku. Dijadikannya kepuasan sebagai variabell dependen yang utama didasarkan pada berbagai penelitian yang memeperlihatkan hubungan kepuasan kerja dengan banyak faktor lain oleh peneliti PO.

Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas lebih produktif bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi prinsip dasar di antara para manager selama bertahun-tahun, meski pun akhir-kahir ini terdapat keraguan tentang hubungan antara kepuasan – kinerja.

Penelitian yang mendukung berhasil dikumpulkan dari 2.500 unit bisnis yang menemukan bahwa unit yang mendapat nilai di atas 25 persen dalam survey opini karyawan adalah mencapai rata-rata 4,6% di atas anggaran penjualan mereka untuk tahun tersebut. Sementara mereka yang mendapat nilai dibawah 25 persen adalah 0,8 di bawah anggaran. Artinya, memang terdapat perbedaan yang signifikan dilihat dari kinerja berdasarkan kepuasan kerja.

Namun sebuah model yang dikembangkan oleh Lawyer justru sebaliknya. Dengan mengadopsi teori pengharapan, Lawyer menyusun sebuah model dengan urutan : Motivasi – Usaha / Kemampuan – Kinerja – Hasil kerja – Kepuasan. Atau dapat dinyatakan bahwa :
# Pertama, kekuatan motivasi seseorang untuk berkinerja baik secara langsung nampak dari usahanya (seberapa keras ia bekerja). Usaha yang dihasilkan ini bisa saja menghasilkan kinerja yang bagus tepai bisa juga tidak, karena sekurang-kurangnya dua faktor harus benar jika usaha (effort) harus dikonversikan menjadi kinerja. Pertama, orang tersebut harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan agar mampu bekerja dengan baik. Jika kemampuan dan usaha yang tidak tinggi maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik. Faktor kedua adalah persepsi orang tersebut tentang bagaimana usahanya dikonversikan dengan sebaik-baiknya menjadi kinerja. Di asumsikan bahwa persepsi ini dipelajari oleh individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. Persepsi “bagaimana melakukannya” ini jelas bisa lebar sekali variannya, dan kalau muncul persepsi salah maka kinerja bisa saja rendah meskipun usaha dan motivasi tinggi.
# Kedua, ketika terjadi kinerja, individu memperoleh sejumlah hadil dari kerja. Hasil kerja ekstrinsik yang bisa saja tidak diterima oleh individu
# Ketiga, sebagai akibat dari diperolehnya hasil kerja dan persepsi yenyang nilai rata-rata hasil kerja, individu memiliki respon efektif positif atau negatif (kepuasan atau ketidakpuasan)
# Keempat, model ini menunjukkan peristiwa yang terjadi mempengaruhi perilaku organisasi dengan mengubah persepsi E – P,P – O, dan V. Proses ini digambarkan dalam garis putar umpan balik dan kemudian kembali ke motivasi.

Sumber :
Handbook of Organizations, Kajian dan Teori Organisasi, editor Usmara, Penerbit Amara Books, Yogyakarta.
Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi, Buku 1 & 2. Salemba Empat, Jakarta.
Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Buku 1, Cet. 12. Salemba Empat, Jakarta.
Mueller ,John Dwight Kammeyer. 2003. Turnover Processes in a Temporal Context:It’s About Time.

Minggu, 12 Desember 2010

Strategi Mengatasi Konflik

Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:

1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).

2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.

3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.

4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Namun hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah pada kelompok tertentu.

5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaliknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik adalah bila diselesaikan dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternative
6) Memilih alternative
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.

Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:

a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.

b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.

Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.

Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

Selasa, 07 Desember 2010

Beberapa teori penyebab konflik

Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:

Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.

Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.

Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.

Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.

Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.

Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.

Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

Kamis, 02 Desember 2010

Internet Marketing: Bisnis Yang Menjanjikan

Internet marketing, I-marketing, online-marketing adalah sebuah kegiatan marketing yang meliputi produk atau jasa melalui internet.

Internet marketing ini mempunyai jangkauan yang luas tidak seperti kegiatan marketing yang sederhana, tetapi di dalamnya juga mencakup manajemen yang meliputi data konsumen dan segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen.

Internet marketing juga membutuhkan beberapa aspek termasuk di dalamnya design, pengembangan, entertainment, dan penjualan.

Selain itu, di internet marketing di kenal adanya SEM (search engine marketing), SEO(search engine optimization), iklan banners dan e-mail marketing, sebagai upaya untuk mencapai konsumen dengan bebearapa level.

Internet Marketing biasanya di kaitkan dengan beberapa model atau jenis bisnis diantaranya :
1. E-commerce, di sini Fungsi dari internet marketing ialah sebagai sarana untuk menawarkan langsung produk yang ditawarkan ke konsumen atau ke pencari Bisnis
2. Publishing, Internet Marketing berfungsi sebagai pengiklan.
3. leads, di sini internet marketing berfungsi sebagai pengambil data dari konsumen yang nantinya akan di tawarkan produk atau jasa melalui website, atau di kirim melalui e-mail
4. Marketing affiliate/refensi, Internet marketing berfungsi untuk mencari konsumen sebanyak-banyaknya yang kemudian dimana konsumen ini bisa berfungsi sebagai pembeli atau penjual dengan system pembagian profit.

Seperti yang diterangkan di atas, salah satu bentuk internet marketing ialah SEO atau yang kita kenal sebagai Search Engine optimization, SEO adalah angka atau bisa disebut peringkat dari website yang diambil dari keyword atau phrase yang di ketikkan di search engine.

Prinsipnya semakin banyak kunjung ke sebuah website akan semakin banyak pula penjualan yang dapat dilakukan.

Lagipula dengan banyaknya kunjungan maka akan mengundang sebuah organisasi atau perusahaan untuk menulis sebuah artikel yang akan di backlink-kan ke alamat perusahaan tersebut sehingga akan mempermudah si calon konsumen untuk mengenal produk atau jasa yang ditawarkan.

Metode SEO ini akhir-akhir ini lebih banyak digunakan sebagai kegiatan marketing.
Bentuk Internet marketing lainnya yaitu web 2.0, dengan web 2.0 user atau pengguna dapaat mengambil informasi yang lebih banyak. rata -rata aplikasi ini digunakan untuk blog, wikis dan RSS.

Lalu apakah ada tips dan trik untuk melakukan kegiatan internet marketing. seperti biasa jawabannya selalu ada :
1. Pergunakan SEO, dengan SEO maka para user akan selalu bisa berhubungan dengan website yang kita buat.
Yang penting kita harus membuat keyword yang mudah di temukan di mesin pencari terkesan mudah tapi sulit sebenarnya karena banyaknya kemungkinan yang berhubungan dengan keyword ini, tapi tetap saja cara ini salah satu bentuk internet marketing yang paling efektif.
2. PPC (Paid per Click), kembali lagi jika anda piawai menggunakan teknik ini maka anda akan mendapatkan keuntungan yang besar.

Bentuk Internet marketing yang satu ini mudah di karenakan anda hanya mengisi beberapa form, lalu mengisi bagian penawaran iklan dan submit maka iklan anda akan tersebar ke seluruh dunia maupun regional, benar-benar efektif bukan.
tapi sekali lagi belum tentu setiap iklan yang anda sebarkan akan mendapatkan responsif yang baik, kembali lagi semuanya tergantung dari kreativitas anda juga ketekunan anda dalam membuat sebuah iklan.

Sebenarnya jika anda ingin terjun ke bisnis internet ini, internet marketing merupakan proses yang sangat di butuhkan, tapi apakah anda perlu membuat sendiri internet marketing ini, jawabannya iya dan tidak, iya jika memang anda seorang yang mempunyai kreativitas tinggi.
Tidak di karenakan banyak sekali website-website yang telah menyediakan layanan ini, yang tinggal anda lakukan hanyalah mengunjungi website tersebut
Jadi apakah anda siap untuk melakukan kegiatan marketing ini, selamat mencoba.

Sumber : http://kayadaribisnisinternet.com/internet-marketing-2/

Minggu, 28 November 2010

Manajemen Konflik Dalam Organisasi

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.

Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja. Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

Menurut Daniel Webster yang ditulis di buku Peg Pickering (2000), mendefinisikan konflik sebagai persaingan pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, atau keadaan perilaku yang bertentangan, atau perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang bertentangan. Sedangkan menurut Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedangkan menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.

Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
• Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
• Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
• Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
• Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.

Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.

Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan.
Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
• Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
• Konflik ditimbulkan karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
• Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.

Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk.
Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
• Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
• Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
• Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.

Aspek positif konflik
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
• Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
• Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
• Menumbuhkan semangat baru pada staf.
• Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
• Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.

Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”.
Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.

Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
• mengarah ke inovasi dan perubahan
• memberi tenaga kepada orang untuk bertindak
• menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
• merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.

2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.

3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.

4. Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.

Sedangkan faktor ekstern meliputi :
1. Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4. Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai, sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Penanganan konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik? Gaya apa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama – sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing - masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang - menang (win-win solution)
e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

Pendekatan situasi konflik:
• Diawali melalui penilaian diri sendiri
• Analisa isu-isu seputar konflik
• Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
• Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
• Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
• Mengembangkan dan menguraikan solusi
• Memilih solusi dan melakukan tindakan
• Merencanakan pelaksanaannya

Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.

Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi.

Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri

Daftar pustaka
Pickering, Peg. “How To Manage Conflict”, National Press Publication, USA; 2000
Winardi, “Manajemen Konflik (Konflik Perubhan danPengembangan)”, Mandar Maju, Indonesia; 1994
Luthans F, “Organizational Behavior”, Mc Graw Hill, Singapore; 1981
Miftah Thoha, “Kepemimpinan dalam Manajemen”. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Robbins, SP, “Organizational Behaviour”, Prentice Hall, Siding, 1979.

Kamis, 04 November 2010

Manajemen Dasar Dan Teknik Pengawasan

A. Pengantar
Banyak kasus disuatu organisasi tidak dapat terlesesaikan seluruhnya karena tidak ditepatinya waktu penyelesaian ( Dedline ) anggaran yang berlebihan, dan kegiatan lain yang menyimpang dari rencana semula.

B. Definisi Pengawasan
Menurut Robert J. Mockler pengawasan yaitu usaha sistematik menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar, menentukan dan mengukur deviasi-deviasai dan mengambil tindakan koreksi yang menjamin bahwa semua sumber daya yang dimiliki telah dipergunakan dengan efektif dan efisien.

C. Bentuk-bentuk Pengawasan
1. Pengawasan Pendahulu (feeforward control, steering controls)
Dirancang untuk mengantisipasi penyimpangan standar dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum kegiatan terselesaikan. Pengawasan ini akan efektif bila manajer dapat menemukan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang perubahan yang terjadi atau perkembangan tujuan.
2. Pengawasan Concurrent (concurrent control)
Yaitu pengawasan “Ya-Tidak”, dimana suatu aspek dari prosedur harus memenuhi syarat yang ditentukan sebelum kegiatan dilakukan guna menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan.
3. Pengawasan Umpan Balik (feedback control, past-action controls)
Yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar.

D. Tahap Proses Pengawasan
1. Tahap Penetapan Standar
Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan kegiatan yang digunakan sebagai patokan dalam pengambilan keputusan. Bentuk standar yang umum yaitu :
a. standar phisik
b. standar moneter
c. standar waktu
2. Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Digunakan sebagai dasar atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat
3. Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Beberapa proses yang berulang-ulang dan kontinue, yang berupa atas, pengamatan, laporan, metode, pengujian, dan sampel.
4. Tahap Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan
Digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan dan menganalisanya mengapa bisa terjadi demikian, juga digunakan sebagai alat pengambilan keputusan bagai manajer.
5. Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi
Bila diketahui dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan, dimana perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan.

E. Perancangan Proses Pengawasan
William H. Newman menetapkan prosedur sistem pengawasan, dimana dikemukakan lima jenis pendekatan, yaitu :
1. Merumuskan hasil diinginkan, yang dihubungkan dengan individu yang melaksanakan.
2. Menetapkan petunjuk, dengan tujuan untuk mengatasi dan memperbaiki penyimpangan sebelum kegiatan diselesaikan, yaitu dengan :
a. pengukuran input
b. hasil pada tahap awal
c. gejala yang dihadapi
d. kondisi perubahan yang diasumsikan
3. Menetapkan standar petunjuk dan hasil, dihubungkan dengan kondisi yang dihadapi.
4. Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik, dimana komunikasi pengawasan didasarkan pada prinsip manajemen by exception yaitu atasan diberi informasi bila terjadi penyimpangan dari standar.
5. Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi, bila perlu suatu tindakan diganti.

F. Management By Exception (MBE)
MBE atau prinsip pengecualian, dengan titik perhatian pada pengawasan yang paling kritis dan mempersilahkan karyawan atau manajemen tingkat rendah untuk membuat variasinya. Ini digunakan untuk operasi-operasi yang bersifat otomatis dan rutin.

G. Manajemen Informasi System (MIS)
Ini memainkan peranan penting dalam pengawasan dan perencanaan yang efektif. Pengertian MIS yaitu suatu metoda informal pengadaan dan penyediaan bagi manajemen, informasi yang diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membuat proses pembuatan keputusan dan memungkinkan fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi yang dilaksanakan secara efektif.

Tahap perancangan dari MIS yaitu :
1. survai pendahuluan dan perumusan masalah
2. desain konsepsual
3. desain terperinci
4. implementasi akhir

Agar MIS berjalan efektif maka harus memenuhi lima kriteria, yaitu :
1. Mengikut sertakan pemakai dalam tim perancangan
2. Mempertimbangkan secara hati-hati biaya sistem
3. Memperlakukan informasi yang relevan dan terseleksi
4. Adanya pengujian pendahuluan
5. Menyediakan latihan dan dokumentasi tertulis bagi para operator da pemakai sistem.

Kriteria utama MIS efektif yaitu :
1. pengawasan terhadap kegiatan yang benar
2. tepat waktu dalam pemakaiannya
3. menekan biaya secara efektif
4. sistem yang digunakan harus tepat dan akurat
5. dapat diterima oleh yang bersangkutan

Selasa, 02 November 2010

Kerangka Marketing Plan dan Penjelasannya

Dalam rangka mendukung rencana bisnis suatu perusahaan, maka diperlukan rencana fungsional sebagai bentuk penjabaran yang rinci terhadap Strategi Bisnis yang akan dijalankan. Salah satu rencana fungsional yang harus dibuat adalah rencana pemasaran atau marketing plan. Dalam menjalankan perusahaan, marketing plan akan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahunan yang berisi rincian aktivitas, anggaran, unit kerja penanggung jawab, dan jadwal penyelesaiannya. Contoh outline dari marketing plan adalah sebagai berikut:

Outline Marketing Plan


1. Ringkasan Eksekutif


2. Deskripsi Singkat Mengenai Perusahaan dan Produk yang dibuat Marketing Plannya


3. Analisis Situasi


a. Analisis lingkungan makro


b. Analisis struktur industri


c. Analisis persaingan


d. Analisis pelanggan


e. Analisis ukuran pasar total dan pertumbuhannya


f. Evaluasi strategi dan program pemasaran yang sudah dijalankan


g. Evaluasi kinerja pemasaran yang telah dicapai



4. Peramalan (Forcasting) Situasi pasar pada masa yang akan datang


a. Asumsi-asumsi peramalan


b. Ramalan ukuran pasar secara kuantitatif


c. Ramalan kondisi pasar secara kuantitatif


5. Sasaran dan tujuan pemasaran


6. Startegi pemasaran


7. Program pemasaran


8. Estimasi Kinerja keuangan (untung-rugi) jika implementasi Strategi dan Program Pemasaran berhasil mencapai Tujuan dan Sasaran


9. Rencana pemantauan dan pengendalian rencana


10. Rencana kontingensi (plan B jika plan A gagal)



Penjelasan masing-masing point di atas:
1. Ringkasan eksekutif :
1-3 halaman berisi hal-hal pokok mengenai analisis situasi, ramalan situasi pasar yang akan datang, tujuan dan sasaran pemasaran yang ingin dicapai, strategi dan program yang akan dijalankan, dan kinerja keuangan yang diharapkan jika strategi dan program berhasil.

2. Deskripsi singkat perusahaan dan produk yang di buat Marketing Plannya :
1-3 halaman berisi nama perusahaan, sejarah pendirian dan kepemilikan, lingkup usaha, ukuran usaha hingga saat ini, nama produk yang dibuat marketing plannya, sejarah produk dan manfaat produk.

3. Analisis situasi eksternal

a. Analisis lingkungan makro : mengidentifikasikan gejala/fenomena yang signifikan (penting dan magnitudenya besar) yang terjadi pada : ekonomi, sosial-budaya masyarakat, politik, regulasi & kebijakan pemerintah, teknologi, demografi & kependudukan, lingkungan alam & fisik, dan faktor lain yang sifatnya tidak dapat dikendalikannya; lalu menganalisis apa penyebab dari munculnya fenomena tersebut, serta apa implikasinya terhadap pasar (struktur suplai dan demand)


b. Analisis struktur industri : menganalisis daya tarik industri dengan memperkirakan kemampuan industri dalam menciptakan laba berdasarkan penilaian terhadap kekuatan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penciptaan laba di industri (misalnya, dengan menggunakan 5 forces model- Michael Porter :Rivalry antar pesaing, ancaman pendatang baru, posisi tawar menawar supplier, posisi tawar menawar pembeli, dan ancaman produk substitusi)



4.Analisis situasi internal

a. Evaluasi strategi dan program pemasaran yang sudah dijalankan oleh perusahaan : mengindentifikasikan strategi dan program pemasaran yang sudah dijalankan di masa lalu hingga saat ini (termasuk menganalisis struktur biaya pembuatan produk-menghitung harga pokok penjualan); menilai apakah strategi dan program pemasaran yang sudah dijalankan tersebut merupakan strategi atau program yang sudah baik atau tidak baik.


b. Evaluasi kinerja pemasaran yang telah dicapai oleh perusahaan : mengidentifikasi hasil penjualan, kepuasan pelanggan, dan kinerja keuangan yang sudah dicapai hingga saat ini; menilai apakah hasil penjualan, kepuasan pelanggan, dan kinerja keuangan yang sudah dicapai tersebut, dapat dianggap sebagai prestasi yang memuaskan atau belum.



5. Peramalan (forcasting) situasi Pasar pada masa yang akan datang

a. Asumsi-asumsi peramalan : merumuskan asumsi-asumsi yang akan dijadikan patokan dalam membuat peramalan dan perencanaan; disusun berdasarkan hasil dari analisis situasi


b. Ramalan ukuran pasar secara kuantitatif : menghitung ramalan ukuran pasar total dalam 1-5 tahun ke depan


c. Ramalan kondisi pasar secara kuantitatif : menggambarkan kondisi pasar yang akan datang secara kualitatif; mengemukakan hal-hal yang tidak dapat diungkapkan dalam bentuk angka.



6. Sasaran dan tujuan pemasaran yang ingin :dicapai; menyatakan tujuan yang ingin dicapai (misalnya : peningkatan market share, peningkatan penjualan, peningkatan kepuasan pelanggan, peningkatan image, peningkatan profit); mendetailkan tujuan dalam pernyataan sasaran yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan ada jangka waktu/target waktu pencapaiannya; menyatakan juga tujuan dari program (harga, promosi , distribusi, produk, dan pelayanan)

7. Strategi pemasaran: menyatakan cara melakukan segmentasi pasar, memilih segmen pasar yang akan dituju, dan menentukan positioning dari produk yang akan dipasarkan, agar tujuan dan sasaran pemasaran yang diinginkan dapat tercapai.

8. Program pemasaran: menyusun rencana diferensiasi produk, rencana konsep produk, rencana pengembangan produk, rencana merek, rencana pengelolaan lini produk, rencana penetapan harga, rencana promosi, rencana desain saluran distribusi, rencana pengelolaan saluran distribusi, rencana penjualan dan rencana memasuki pasar pada pertama kali (entri strategy); seluruh rencana tersebut juga dilengkapi dengan penjadwalannya; merumuskan seluruh program pemasaran harus konsisten dengan tujuan, sasaran, dan strategi pemasaran yang telah dirumuskan sebelumnya.

9. Estimasi kinerja keuangan (untung rugi) jika Implementasi Strategi dan program pemasaran berhasil mencapai tujuan dan sasaran: menghitung ramalan untuk rugi jika strategi dan program pemasaran berhasil dijalankan dengan sukses.

10. Rencana pemantauan dan pengendalian rencana: menyatakan bagaimana rencana pemantauan dan pengendalian akan dilakukan; menyatakan langkah-langkah apa yang akan ditempuh agar rencana dan implementasinya dapat dipertahankan.

11. Rencana kontigensi (plan B jika plan A gagal); menyusun rencana cadangan, jika rencana yang sudah disusun gagal, tidak dapat berjalan dengan lancar

Kamis, 28 Oktober 2010

Mulailah Membangun Bisnis Anda Sendiri

Ada bermacam – macam tipe income yang bisa di dapat dari internet, ada yang jangka pendek dan ada pula yang jangka panjang. Untuk yang jangka pendek itu seperti affiliate marketing, kenapa dibilang jangka pendek? karena sebagai affiliate anda harus terus mencari produk untuk dipromosikan.

Karena kebanyakan produk affiliate adalah produk yang menghasilkan income jangka pendek sehingga ketika trendnya sudah habis, maka produk itu sudah kurang diminati lagi oleh orang lain. Contohnya seperti produk2 clickbank. Produk2 yang ada di clickbank rata2 memiliki karekter income jangka pendek. Biasanya hanya booming pada saat launching saja, sehingga kesempatan terbaik kita untuk mendapat income besar adalah pada saat produk tersebut launching di pasaran hingga 7 hari berikutnya. Setelah 7 hari gimana? ya cari produk lain lagi yang mau launching, trus bikin landing page lagi, dan promosi lagi.

Beda ceritanya kalau anda punya produk atau jasa sendiri, anda bisa memulai membangun bisnis anda sendiri dan membranding merk anda sendiri, salah satu bisnis online yang bisa jangka panjang adalah berjualan dengan menggunakan toko online. seperti toko online womencosmo.com dan womencosmoshoes.com kedua toko online itu telah konsisten menghasilkan penjualan setiap harinya dengan minimal effort untuk promosi, kenapa karena kedua website tersebut sudah ada di halaman pertama google.

Kelebihannya lagi jika anda memiliki bisnis sendiri maka anda dapat mengembangkan untuk menjadi lebih besar lagi tanpa repot harus riset niche lagi, buat website lagi, promosi lagi dari awal. semua itu ga perlu terjadi, beda lagi ceritanya jika anda sudah punya bisnis sendiri dan ingin membangun usaha anda yang baru, jika diibaratkan bisnis anda adalah perusahaan artinya anda memiliki lebih dari satu perusahaan.

Jadi sekali lagi saran saya adalah mulailah membangun bisnis anda sendiri untuk memiliki income jangka panjang.

Seni Mendengarkan

Ada sebuah fakta menarik yang patut direnungkan. Ternyata 80% waktu manusia habis digunakan untuk berkomunikasi dan 45% dialokasikan untuk mendengar. Sayangnya, terdapat sekitar 75% kata-kata yang diabaikan, disalahpahami, dan dilupakan. Sungguh sebuah ironi komunikasi yang seharusnya tidak terjadi jika keterampilan mendengarkan menjadi menu utama dan pertama saat bercengkrama.

Ternyata terdapat banyak sekali jenis seni mendengar. Ada yang disebut mendengar aktif, analitis, empatik, kritis, selektif, atentif, apresiatif, sampai dengan reflektif. Semua jenis mendengar ini seolah mengigatkan kita bahwa setiap orang sejatinya ingin didengar. Sayangnya, masih banyak individu, bahkan profesional korporasi, yang belum menyadari bahwa keterampilan yang satu ini akan meninggikan citra diri dan profit secara permanen dan militan jika dilakukan dengan penuh ketulusan dan keseriusan.

Keterlibatan Emosi
Mari kita lihat, bagaimana seorang professional call-center, baik yang bertugas di udara maupun di darat, masih berdebat dengan pelanggan atau pencari informasi dengan kata-kata sarkastis, emosional, merendahkan, sampai dengan menghina. Betapa pelanggan dihadapkan pada situasi terpidana sebagai pengisi pundi korporasi yang seharusnya membangun citra positif emiten di lantai bursa. Bercermin dari kejadian itu, terlihat ada persoalan serius dalam hal mendengarkan. Teori yang relatif pas untuk kasus ini adalah "reflective listening".

Teori ini bermula dari praktik konseling dan psikoterapi yang dilakukan Carl Rogers terhadap pasiennya. Reflective Listening adalah sebuah tindakan mengulang secara verbal apa yang didengar dari orang lain. Mengulang apa yang diucapkan dan dirasakan oleh pihak lain akan menunjukan rasa empati terhadap apa yang dialami oleh sang penutur. Kalimat yang di-rephrase tersebut akan mengubah subjek "saya" menjadi "kita", artinya, ketika seorang menyampaikan keluh kesahnya secara subjektif, teknik reflective listening akan mengubahnya menjadi keluhan bersama, yaitu keluhan "kita". Dalam situasi ini, sang pengeluh akan merasa bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi peristiwa tidak menyenangkan tersebut.

Ada empat kompenen yang menjadi syarat minimal dalam melakukan Reflective Listening: empathy, acceptance, congruence, dan concreteness.

Pertama, empathy (empati) mewajibkan pendengar untuk memfokuskan diri pada pemberi keluhan yang tengah menumpahkan saran, kritik, ataupun masukan atas apa yang dialaminya. Di sini, referensiyang dipakai harus bingkai orang yang tengah menyampaikan keluhan. Dengan demikian, kondisi "merasakan" apa yang dialami orang lain akan membuat sang pengeluh mendapatkan sebuah penghiburan. Ternyata ia, dipahami. Hal ini sangat penting, terutama dalam menangani pelanggan yang sedang marah atas sebuah produk atau pelayanan yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Jika rasa empati dikedepankan secara simpatik, niscaya, luapan lahar emosi akan menjadi salju penyejuk di musim panas.

Kedua, acceptance (penerimaan) sangat terkait erat dengan empati. Penerimaan ini memberikan penghargaan kepada setiap orang bahwa mereka sesungguhnya berharga. Artinya, siapa pun yang menyampaikan keluhan atau sejenisnya harus diterima secara empatik dan simpatik. Keliru apabila dalam praktik korporasi, banyak petugas di garda depan mengabaikan hal ini hanya karena melihat penampilan sang pengeluh/pencari informasi yang tidak sesuai dengan standar yang biasa dihadapi. Jika ini terjadi, konsep penerimaan di sini menjadi sebuah teori kosong belaka. Sang pencari informasi akan kecewa dan akhirnya pindah ke lain hati (baca: korporasi lain). Ingat, di kening setiap orang sesungguhnya terpatri sebuah kalimat "make me feel important".

Ketiga, congruence (harmoni) di sini menunjuk pada ketulusan dan pengertian atas apa yang terjadi pada orang lain. Artinya, kita juga merasa kecewa atas apa yang dialami oleh orang yang mengeluh. Tunjukan melalui bahasa nonverbal. Bahasa tubuh ini harus secara tulus diekspresikan, bukan dibuat-buat. Melalui praktek harmoni ini (sinkronasasi verbal dan nonverbal), ikatan emosional akan semakin kuat terpatri dalam ruang afeksi sehingga pindah ke lain hati akan menjadi pertimbangan dengan urutan terbawah.

Keempat, concreteness (kekonkretan). Poin ini mengacu pada hal-hal yang lebih bersifat spesifik daripada generik. Sebagian pendengar, tanpa sadar atau ketidaktahuan, sering memberikan komentar atas keluhan atau ungkapan orang lain secara generik tanpa menyentuh ke inti keluhan. Misalnya, ketika ada orang yang mengeluh soal pelayanan call-center yang tidak baik, sering petugas di garda depan mengatakan bahwa hal itu tengah ditangani oleh perusahaan dan memerlukan waktu yang tidak dapat ditentukan kapan selesainya. Ini adalah contoh ketiadaan kekonkretan seperti dimaksud di atas.

Lalu, bagaimana mengatasi hal tersebut? Seharusnya, sang petugas melokalisir persoalan secara fokus. Ia seharusnya mengatakan bahwa call-center mengalami gangguan selama 2-3 hari kerja dan akan bisa diatasi dalam 1-2 hari ke depan. Ia mengonkretkan persoalan secara tepat (call-center saja) bukan korporasi secara umum yang terlalu rumit meski hanya untuk dibayangkan. Dengan melokalisir persoalan secara sempit dan spesifik, rasanya persoalan akan lebih mudah menemui solusi.

Jika setiap pendengar memiliki empat orientasi minimal dalam Reflective Listening di atas (emphaty, acceptance, congruence, concreteness) rasanya berjuta keluhan di kolom-kolom surat pembaca media massa selama ini akan mengalami masa surut secara kuantitatif maupun kualitatif. Semoga saja begitu!

Penulis : DR Ponijan Liaw, MPd
DR Ponijan Liaw, M.Pd adalah penulis buku-buku bestseller "Komunikasi" & "Zen". Untuk pelatihan/komunikasi: ponijan@central.net.id.

Sumber : http://www.andriewongso.com/artikel/Artikel_Tetap/3644/Seni_Mendengarkan/#axzz13iOWVR00